Sabtu, 30 November 2024

Keutamaan memakai peci dalam islam seuai sunnah

 
Memakai peci adalah salah satu kebiasaan kaum Muslimin yang menunjukkan identitas dan penghormatan terhadap sunnah. Walaupun tidak diwajibkan, mengenakan peci dapat menjadi tanda kecintaan seorang Muslim kepada amalan yang mulia.

Dalil dan Penjelasan

Rasulullah ﷺ dikenal sebagai sosok yang menjaga penampilannya dan sering memakai penutup kepala. Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin menyebutkan bahwa memakai penutup kepala, seperti sorban atau kain, adalah bagian dari adab yang dianjurkan, terutama ketika shalat.

Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma berkata:

> "Adalah Nabi ﷺ selalu memakai sorban dan di bawahnya terdapat qalanis (peci)."
(HR. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad)



Manfaat Memakai Peci

1. Menjaga Sunnah
Meski memakai peci tidak diwajibkan, melakukannya dengan niat meniru penampilan Nabi ﷺ bisa bernilai pahala.


2. Identitas Muslim
Peci menjadi salah satu simbol yang membedakan seorang Muslim, terutama di berbagai budaya Muslim.


3. Kesopanan
Memakai peci menunjukkan penghormatan, terutama saat beribadah atau menghadiri majelis ilmu.

Berikut adalah hadits yang berhubungan dengan pemakaian penutup kepala (seperti peci atau sorban) yang menunjukkan kebiasaan Rasulullah ﷺ:

1. Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma:
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَلْبَسُ الْقَلَانِسَ تَحْتَ الْعِمَامَةِ وَبِدُونِ الْعِمَامَةِ
"Nabi ﷺ biasa memakai qalanis (penutup kepala seperti peci) di bawah sorban dan juga tanpa sorban."
(HR. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad)


2. Dari Amr bin Huraits radhiyallahu 'anhu:
كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ سَوْدَاءُ قَدْ أَرْخَى طَرَفَيْهَا بَيْنَ كَتِفَيْهِ
"Seakan-akan aku melihat Nabi ﷺ memakai sorban hitam, yang ujungnya tergantung di antara kedua bahunya."
(HR. Muslim, no. 1359)



Dari hadits-hadits ini, dapat dipahami bahwa Nabi ﷺ sering memakai penutup kepala, baik berupa peci (qalanis) maupun sorban. Kebiasaan ini dianjurkan untuk diteladani sebagai bentuk menjaga sunnah dan menampilkan adab yang baik, terutama ketika shalat atau berada dalam majelis ilmu.

Kesimpulan

Memakai peci adalah salah satu bentuk adab dan penghormatan yang dianjurkan, terutama ketika shalat atau menghadiri majelis. Mari kita jadikan peci sebagai pengingat untuk selalu menjaga sunnah Nabi ﷺ dalam kehidupan sehari-hari.

Jazaakallahu khairan.

Khuthbah Al Jumuah Ringkas mengenai Hadits pertama Riyadh Ash-Shalihin

Khuthbah Al Jumuah Ringkas mengenai Hadits pertama Riyadh Ash-Shalihin

Hadits Pertama dari Kitab Riyadh al-Salihin

Imam al-Nawawi memulai kitab Riyadh al-Salihin dengan hadits yang sangat fundamental dalam kehidupan seorang Muslim, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu:

"إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى"
"Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini sangat penting karena menyentuh inti dari segala amal perbuatan kita sebagai seorang Muslim. Niat menjadi dasar dari setiap amal. Tanpa niat yang benar, amal kita bisa kehilangan maknanya di sisi Allah SWT. Hadits ini mengajarkan kita bahwa dalam setiap amal yang kita lakukan—baik itu amal ibadah maupun amal sosial—niat kita harus selalu lurus dan ikhlas karena Allah semata.

Makna Hadits Secara Mendalam

1. Keikhlasan dalam Niat
Keikhlasan adalah hal yang utama dalam setiap amal. Hadits ini menegaskan bahwa tidak ada gunanya amal perbuatan kita jika tidak didasari oleh niat yang benar. Niat yang benar adalah niat yang bertujuan untuk mencari keridhaan Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Tanpa niat yang ikhlas karena Allah, bahkan amal yang tampak besar sekalipun—seperti shalat berjamaah, haji, atau sedekah—dapat menjadi sia-sia dan tidak diterima oleh Allah.

Allah SWT dalam Al-Qur'an menyatakan:
"Dan mereka tidak disuruh kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama-Nya." (QS. Al-Bayyinah: 5)
Ayat ini menunjukkan bahwa ikhlas adalah syarat mutlak dalam setiap ibadah, termasuk amal-amal yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.


2. Setiap Amal Ditentukan oleh Niat
Tidak hanya ibadah mahdhah (seperti shalat, puasa, dan zakat) yang bergantung pada niat, tetapi juga semua tindakan kita dalam kehidupan ini. Bahkan dalam urusan duniawi seperti bekerja, mencari nafkah, atau belajar, jika dilakukan dengan niat yang benar, maka setiap langkah tersebut bisa bernilai ibadah di sisi Allah. Sebaliknya, apabila niatnya untuk mencari pujian, atau hanya untuk memperoleh keuntungan duniawi, maka amal tersebut tidak akan membawa manfaat di akhirat.

Rasulullah SAW dalam sabdanya mengingatkan kita:
"Sesungguhnya setiap amal itu bergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, kita harus selalu memeriksa dan memperbaiki niat kita sebelum melakukan sesuatu. Amal yang dilakukan dengan niat yang benar akan memperoleh nilai yang besar di sisi Allah, bahkan jika amal tersebut tampak kecil di mata manusia.


3. Teguran untuk Memperbaiki Niat
Hadits ini tidak hanya mengingatkan kita untuk menjaga keikhlasan dalam amal, tetapi juga mengajak kita untuk senantiasa memperbaiki niat. Salah satu kesalahan terbesar yang bisa kita lakukan dalam beramal adalah melakukan amal untuk tujuan selain Allah, seperti riya’ (pamer) atau mencari pujian dari manusia. Untuk itu, kita perlu merenung dan bertanya kepada diri sendiri, apakah amal yang kita lakukan benar-benar hanya untuk Allah, ataukah ada niat lain yang tersembunyi di baliknya.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Dan mereka diperintahkan tidak lain kecuali agar mereka menyembah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya." (QS. Al-Bayyinah: 5)
Keikhlasan ini sangat penting, sebab hanya dengan niat yang benar, amal kita akan diterima dan diberikan ganjaran yang besar oleh Allah.


4. Penerapan Hadits dalam Kehidupan Sehari-hari
Hadits ini seharusnya menjadi pedoman bagi kita dalam semua aspek kehidupan. Dalam segala hal yang kita lakukan—baik itu dalam ibadah seperti shalat dan zakat, maupun dalam aktivitas duniawi seperti bekerja, belajar, dan membantu orang lain—niat yang ikhlas karena Allah adalah kunci utama. Misalnya, seseorang yang bekerja dengan niat untuk mencari nafkah yang halal demi keluarga, sambil menjaga batas-batas syariat, maka pekerjaannya menjadi ibadah dan mendapatkan pahala. Begitu juga dalam hal menuntut ilmu, jika niatnya untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat dan mengajarkannya kepada orang lain, maka itu pun menjadi amal yang diterima di sisi Allah.

Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian." (HR. Muslim)
Ini menunjukkan bahwa yang paling penting adalah niat yang ada di dalam hati kita. Hanya dengan niat yang ikhlas, amal kita akan menjadi bernilai tinggi di sisi Allah, meskipun terkadang amal tersebut tampak kecil dan sederhana di mata manusia.


5. Menjaga Niat dalam Setiap Amal
Oleh karena itu, setiap kali kita hendak melakukan suatu amal, kita perlu merenung dan memperbaiki niat kita. Amal yang baik dan besar di mata manusia tidak menjamin bahwa amal tersebut akan diterima di sisi Allah, jika niat kita tidak benar. Sebaliknya, amal yang tampaknya kecil tetapi dilakukan dengan niat yang benar, karena Allah semata, akan mendapat ganjaran yang besar di akhirat.



Kesimpulan

Hadits ini mengajarkan kita bahwa niat adalah pondasi dari setiap amal perbuatan. Sebuah amal ibadah atau tindakan sosial tidak akan diterima jika tidak dilandasi dengan niat yang ikhlas karena Allah. Marilah kita selalu memperbaiki niat kita agar setiap amal yang kita lakukan menjadi ibadah yang diterima di sisi Allah, baik itu amal besar maupun kecil. Dengan niat yang tulus, semua tindakan kita akan memperoleh keberkahan dan ganjaran dari Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat.

اللهم اجعل أعمالنا خالصة لوجهك الكريم، واجعل نياتنا صافية من الرياء والسمعة، وارزقنا الإخلاص في القول والعمل.


Penulis Abu Ad-Darda' Ramadhan
30 Nov 2024, Panta Matur Agam Sumbar